Ini adalah Oris Star dengan calibre KIF 645. Termasuk seri yang langka di pasaran. Saat saya dapatkan, kondisinya adalah 70% baik. Dial relatif utuh dengan beberapa cacat di tepi, kaca mika menua dengan retak tipis di pinggirnya. Case dengan bekas goresan seperlunya. Untung kualitas stainless steelnya begitu luar biasa. Masih mengkilat indah. Minusnya adalah crown yang sudah tidak asli dan stem yang berkarat berat. Braceletnya meski after market, masih cocok dan solid. Selain itu semua, Oris Star ini masih berjalan mulus. Hanya akurasinya yang masih perlu distem dengan cermat.
Ini adalah jam Swiss otomatik pertama saya.




Oris Star Cal. 645, koleksi pribadi

PRELUDE


Jam apa yang paling tenar di dunia? Baik pakar maupun awam akan sepakat bahwa Rolex jawabannya. Namun jika ditanya jam apa yang terbaik di dunia? Akan terlihat jawaban antara awam dan pakar. Ada 3 jam yang konon dianggap sebagai pusaka keramat dunia jam: Audemars Piguet, Patek Phillipe dan Vacheron Constantine. Ketiga brand ini berdiri sejak tahun 1700-1800an. Ini faktor penting untuk menentukan nilai sebuah jam, meski bukan satu-satunya. Kebanyakan memang dunia jam tangan mewah adalah dunianya para Snob. Mereka ini komunitas yang membayar mahal apa-apa lebih dari nilai fisiknya.




Main di pantai


Ketika krisis Quartz menghantam pada tahun 1970an, banyak pabrik jam mekanik Swiss bangkrut. Krisis Quartz adalah masalah yang dialami industri jam mekanik Swiss gara-gara ekspansi besar-besaran produk jam Quartz/baterai dari Jepang. Jika tak punya cadangan dana besar sudah tentu pilihan untuk industri tersebut adalah tutup, jual ke orang lain atau diakuisisi oleh grup konglomerasi besar. Ada 5 grup konglomerasi yang mencaplok satu per satu brand mewah jam Swiss: Richemont, Kering, LVMH, China Haidian dan yang paling populer tentu saja Swatch. Ya, ternyata konglomerat Cina pun juga menyasar brand-brand lawas Swiss yang mau tumbang. Titus adalah salah satu contohnya. 


Semasa trend pencaplokan atau bahasa alusnya penyelamatan itu, beberapa brand besar tetap independen. Misalnya Rolex, Patek Phillipe, Audemars Piguet dan lain-lain. Namun yang kecil-kecil banyak yang tak selamat. Ada pula yang "melarikan diri" ke pasar Asia. Titoni contohnya. Apapun yang dilakukan tiap perusahaan untuk survive, mereka tak bisa lagi menjual jam mekanik dengan cara yang sama. Maka seperti yang Claude Biver, seorang pengusaha di balik melonjaknya harga jam Swiss, lakukan. Jam mekanik sekarang menjadi barang mewah, luxury.


KISAH SEBUAH SUNGAI KECIL


Pada tahun 1904 di Hölstein Swiss, dua penguasaha bernama Paul Cattin dan Georges Christian mendirikan sebuah pabrik jam. Berarti setahun lebih awal daripada Rolex. Nama pabrik itu diambil berdasarkan nama sungai kecil yang mengaliri kota Liestal yakni Orisbach. Merk jam yang lahir dari pabrik tersebut kita kenal dengan nama Oris. Selama beberapa tahun, Oris tumbuh menjadi perusahaan jam yang sangat besar. Meski begitu, sayangnya Oris agak terlambat dari Rolex dalam berinovasi. Oris baru memproduksi jam tangan pada tahun 1925.





Pabrik Oris di Höllstein, Swiss


Oris menghadapi masa-masa sulit selama perang dunia I dan II namun terus berinovasi. Inovasi kadang menjadi sulit karena perampingan jumlah karyawan dan menurunnya daya beli masyarakat. Kadang urusan birokrasi pun jadi ganjalan. Pada tahun 1934, pemerintah Swiss mengeluarkan "watch statute", aturan yang membatasi bahwa tak semua pabrik jam boleh menggunakan teknologi terbaru tanpa ijin. Oris termasuk yang kena sial karena ia belum ganti teknologi begitu aturan itu diterapkan. Selama beberapa waktu, Oris mengadakan perlawanan menggugat dan tak kunjung berhasil. Meski begitu Oris tetap memperluas bisnisnya dan melakukan yang terbaik pada teknologi yang ada. Hasilnya pada tahun 1945, Oris mendapatkan sertifikat dari "Bureau Officiel de Contrôle de la Marche des Montres" di Le Locle. Sertifikat tersebut berisi pengakuan atas akurasi jamnya meski teknologi yang digunakan masih lawas. Ingat, Oris terpaksa menggunakan teknologi lawas karena "watch statute 1934". Aturan tersebut akhirnya berhasil digugat Oris pada tahun 1956.


Ketika krisis Quartz menghantam, Oris menjadi bagian dari "Allgemeine Gesellschaft der Schweizerischen Uhrenindustrie alias ASUAG. ASUAG ini adalah cikal bakal dari Swatch Group, salah satu perusahaan yang mencaplok pabrik-pabrik yang mau sekarat. Selama beberapa waktu sebagai bagian dari ASUAG, Oris terpaksa memproduksi jam Quartz agar tetap hidup di kala krisis.


Mungkin karena ibarat pepatah, "lebih baik jadi kepala kucing daripada ekor macan", Oris membeli balik perusahaannya, mencampakkan jam Quartz dan kembali bikin jam mekanik. Ini adalah era ketika kebanggaan klasik hendak dibangun kembali. Seterusnya Oris hanya akan memproduksi jam mekanik dan tak pernah lagi Quartz. Ya, itulah perlawanan berkelas yang dilakukannya. Dengan begitu maka Oris kembali menjadi perusahaan yang independen.


Selama bertahun-tahun Oris mengandalkan mesin yang dibeli dari perusahaan lain yakni ETA dan Sellita yang dimodifikasi. Ini praktek yang lazim di dunia jam Swiss. Kebanyakan Jam Swiss memang menggunakan mesin dari perusahaan terpisah. Maka pabrik yang membangun mesinnya sendiri secara in house (seperti Rolex, Audemars, Patek Philippe dll), bakal dipandang tinggi. Sedangkan Oris, baru melaunching mesin inhouse pertamanya pada ulang tahunnya ke 110 yakni di tahun 2014. Calibre 110, inilah mesin inhouse pertama dari Oris yang telah dikembangkan selama 35 tahun. Dinamakan 110 untuk menandai perayaan ulang tahunnya, sebuah mesin yang mampu bertahan selama 10 hari dengan putaran manual.




Oris Modern Classic Ref. 7490 di film Constantine


Oris model vintage dari tahun 60an di video musik Peter Gabriel


Oris memang tak sebesar Rolex, tak sekeramat Audemars. Namun kisahnya dalam seabad lebih menginspirasi saya untuk membeli jam ini di pasar vintage online. Oris adalah cerita perjuangan, perlawanan dan kebangkitan. Saya suka karena kisahnya bersahaja. Meski tidak murah, harganya pun tak melangit amat. Worth for the price range. Jangan harapkan itu terjadi pada brand-brand keramat. Soal prestise? Hmmm memang tak semegah yang lain, namun tetap berkelas. Meski jarang, brand Oris pun sempat nongol di film dan video: Film Constantine yang dibintangi Keanu Reeves, video musik Peter Gabriel, Fast Furious dan paling banyak jadi sponsor balapan mobil.



Ada sungai kecil mengalir dekat rumah saya. Saya pernah girang ketika melihat sungai itu pada sebuah foto tua dari website Tropenmuseum Belanda. Ketika membaca sejarah nama brand Oris, sungai itulah yang malah terbayang di benak saya. Ya mungkin karena saya belum pernah ke Swiss. Saya melihat ada sekelumit kaitan antara Oris dengan sungai. Selain sungai adalah inspirasinya, kisah brand ini pun ibarat aliran sungai kecil. Ya Oris tak sebesar brand lain yang sudah tenar. Oris seperti sungai, mengikis bebatuan yang keras, bertahun-tahun. Seperti sejarahnya, "batu" itu baru berbentuk setelah 110 tahun kemudian dengan peluncuran calibre 110. Kisah ketekunan perjuangan selalu mengagumkan saya. Namun yang bikin saya jatuh hati adalah kisah kekalahan yang ditebus kembali.


Oleh: Gugun, diposting pertama di Facebook Kronostoria dengan judul "IF YOU LOSE, FIGHT BACK: KISAH BRAND ORIS" pada 29 Juni 2018