PERANG DUNIA DAN PATAHNYA SEBUAH STEM JAM
(by Gugun)

Tahun 1918, setahun setelah Revolusi Bolshevik di Rusia, Jepang berupaya semakin memperkokoh posisinya dalam kancah militer dunia. Pengiriman tentara besar-besaran ke Siberia menjadi wujud unjuk diri, bahwa Jepang tidak cuma sangar setelah menang melawan Rusia belasan tahun sebelumnya. Ingat, Jepang adalah satu-satunya negara Asia yang berani “pethakilan” di ujung hidung bangsa Eropa waktu itu.

Kiprah militer ini berdampak strategis bagi perekonomian dalam negeri Jepang. Dengan menjadi pemasok kebutuhan industri negara-negara sekutunya, arus dana yang masuk dialokasikan untuk mengangkat Jepang dari negara yang berhutang jadi pemberi piutang. Industri bertumbuh dengan segala diversifikasinya dan ekspor meningkat berlipat-lipat.

Di tahun ini pula, dilatar belakangi oleh maraknya produk-produk luxury dari Eropa seperti jam-jam Swiss yang beredar di Jepang, seorang penjual jam asal Tokyo bernama Kamekichi Yamazaki mendirikan Institut Riset Jam Shokosha. Yamazaki mengembangkan usahanya hingga pada tahun 1924 ia berhasil menjual jam saku pertamanya. Jam saku itu oleh Walikota Tokyo diberi nama “The Citizen”, dengan harapan kelak produk tersebut akan merakyat dan dimiliki oleh semua warga dengan murah. Produk itu sukses besar. Maka nama Citiizen kemudian dipilih menjadi brand perusahaan. Tak menunggu terlalu lama. Citizen menjadi produsen jam terbesar di dunia bersaing ketat dengan Seiko yang jauh lebih dulu berdiri.

Tahun 1945, Jepang luluh lantak karena bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki. Kalau mau keukeuh melawan kekuatan dengan kekuatan, tentu rakyat jadi korban. Syukurnya, Jepang adalah bangsa berwawasan bijak yang cepat belajar. Setelah itu, Jepang berubah total. Negara yang sebelumnya agresif secara militer menjadi negara pasif. Kekuatan militer mereka hanya disumbangkan untuk perdamaian.

Tetapi “nafsu ekspansif” tak luruh begitu saja. Tidak secara militer namun ekspansif secara ekonomi. Pertumbuhan industri pasca perang membuat Jepang gigih mengekspansi negara lain lewat lini perdagangan. Citizen Watch. Co. yang pada masa itu sukses sebagai produsen jam besar nasional, tentu tak ketinggalan. Lewat kiprah presiden perusahaannya yang baru yakni Eiichi Yamada, jam Citizen mulai dijual ke seluruh dunia.

Ini memberi kita pelajaran yang indah soal manajemen kekuasaan. Ketika kamu tak mampu lagi menguasai seseorang dengan kekerasan, kuasai mereka dengan kebutuhan. Jepang sudah tak mampu perang, tapi negara mana yang tak bergantung pada industri dan teknologinya? Jam tangan yang banyak kita pakai sekarang ini, meski bikinan Cina sekalipun tak luput dari percikan perubahan semangat itu.

Pada tahun 1970, Jepang mendahului Swiss sebagai produsen jam tangan terbesar di dunia lewat kemunculan teknologi baru saat itu…Quartz. Meski diawali oleh Eropa, teknologi Quartz di kemudian hari lebih sukses dikembangkan oleh Jepang. Yakni oleh Seiko, pesaing senior Citizen. Bedanya Seiko dengan Citizen adalah bahwa Seiko lebih eksklusif memproduksi mesin jam hanya untuk brand-nya sendiri. Sedang Citizen memproduksi mesin mentah untuk brand-brand lain. Bahkan jam Swiss juga ada yang pakai. Sila teliti jam quartz anda. Kalau anda menemukan label Miyota pada mesinnya, itulah produk dari Citizen.

Karena itulah jam Quartz murah membanjiri pasar dunia. Akibatnya industri jam mekanik Swiss semakin terperosok dan memaksa mereka lebih melabeli diri sebagai produk mewah daripada yang merakyat. Tentu itu tak sejalan dengan semangat The Citizen di masa awal…jam untuk semua kalangan. Dan karena jam quartz begitu murah, maka negara lain berupaya menyerap dan menirunya. Cina kemudian menjadi salah satu negara produsen mesin jam yang bahkan lebih murah dari Citizen.


Jam yang saya pajang di foto ini adalah salah satu contoh hasil percikan kecil dari perkembangan pesat industri Jepang. Selain karena jam ini diproduksi tepat pada bulan dan tahun kelahiran saya, bahkan nomor serinya pun cocok dengan tanggal lahir saya, ia hadir secara “ajaib” (ada ceritanya tersendiri hehehe). Tiap memegang atau memakainya, saya seakan ingat detik-detik saya terlahir. Jam ini adalah penghubung saya di masa ini dengan sejarah besar dunia di masa silam. Percikan-percikan sejarah mewujudkan detak mesinnya. Sejak Jepang terlibat perang, Revolusi Bolshevik, Perang Dunia II, seumur jagung menjajah Nusantara, jatuhnya bom atom di Hiroshima Nagasaki, era swa sembada pangan di rezim Suharto, era reformasi dan kini…saat saya memutuskan keluar rel dari jalur normal, mematahkan “kaki-kaki kenormalan” demi sebuah passion.

Ada benturan kejadian-kejadian dan peleburan tujuan dalam sejarah lampau yang mewujud hingga seperti ini. Kita adalah butiran air dari salah satu arus sungai energi semesta yang mengalir. Jam tangan adalah piranti yang mengingatkan kita tentang hal itu. Bukan cuma penanda waktu tapi juga penanda batin. Menghubungkan diri dengan Sang waktu, mensyukuri pencapaian.

Ini bukan jam mahal melainkan jam dengan value yang sifatnya personal. Saya memakainya saat saya ingin mem-boosting level semangat, saat saya bersedih karena kegagalan sesuatu, saat saya ingin mensyukuri sesuatu, saat saya lupa bahwa kehadiran saya di dunia bukanlah semata kebetulan dan banyak saat-saat lain.

Citizen dengan mesin caliber 8200A, automatic dengan 21 jewels, dengan komplikasi tanggal dan hari, diperuntukkan khusus untuk pasar domestik Jepang. Citizen memproduksi dua macam jam. Yakni untuk pasar domestik mereka (istilahnya Japanese Domestic Market alias JDM) dan yang untuk dijual di luar Jepang. Saat saya terima, jam ini dalam kondisi relatif kinclong. Nyaris persis saat baru dijual di toko.

Sayangnya ada satu minus. Crown (kenop pemutarnya) bengkok. Karena obsessive complusive disorder saya kumat, saya coba luruskan crown itu pakai tang. Saya lupa itu jam tua dan stem batangnya dari baja. Baja itu kuat tapi getas. Dan benar…stem-nya patah. Siang tadi saya bawa ke watchmaker langganan. Karena tak ada crown penyambung yang cocok, digantilah dengan crown jam Quartz yang ukurannya jauh lebih kecil. Crown imut ini ternyata satu-satunya yang pas.

Pelajaran yang saya ambil… hati-hati saat kamu mau meluruskan sesuatu. Mungkin kau akan memperbaikinya, tapi lebih sering kau akan mematahkannya. Dan jam ini menjadi penanda. Kau yang pernah patah, musti terus berputar sebagaimana jarum jam ini. Kau tak lagi utuh, namun kau terus berdetak
 

UPDATE: Akhirnya stem yang patah itu dapat gantinya, secara mengagumkan, dari jam yang juga diproduksi pada tahun dan bulan yang sama tapi dari model berbeda.


Related articles:

Bagikan artikel ini :

Post a Comment

 
Copyright © 2011.    KRONOSTORIA - All Rights Reserved
Thanks maturnuwun to MASTEMPLATE and also dumateng TUKARCERITA